atasehirbelediyesisporkulubu.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belitung Timur, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), resmi menetapkan ritual dan perayaan Sembahyang Rebut atau Chit Nyet Pan sebagai agenda wisata tahunan. Penetapan ini bertujuan untuk menarik lebih banyak kunjungan wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara, sekaligus mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal.
Read More : Geopark Belitong Resmi Masuk Jaringan Global Unesco Perkuat Branding Dunia
Bupati Belitung Timur, Kamarudin Muten, menegaskan bahwa agenda budaya ini memiliki potensi besar untuk mengangkat citra pariwisata daerah. Menurutnya, tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun ini bisa menjadi magnet baru untuk wisata budaya.
Makna dan Sejarah Tradisi Sembahyang Rebut
Sembahyang Rebut merupakan tradisi masyarakat Tionghoa di Pulau Belitung yang dilaksanakan setiap bulan ketujuh dalam penanggalan Imlek. Ritual ini diawali dengan doa bersama untuk mendoakan arwah leluhur. Setelah prosesi doa, masyarakat melakukan โrebutanโ terhadap sajian dan persembahan yang tersedia, yang diyakini membawa keberkahan serta keselamatan bagi mereka yang mendapatkannya.
Tradisi ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur serta simbol kebersamaan dalam masyarakat. Karena keunikannya, Sembahyang Rebut menjadi salah satu atraksi budaya yang selalu ditunggu-tunggu setiap tahun, baik oleh masyarakat lokal maupun wisatawan.
Upaya Pemkab dalam Mengembangkan Agenda Wisata
Bupati Kamarudin menyampaikan bahwa ia telah meminta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Belitung Timur untuk mengemas perayaan ini secara lebih terencana dan profesional.
Hal ini dilakukan agar promosi serta penyelenggaraannya dapat berjalan maksimal sehingga mampu menjangkau wisatawan lebih luas. “Kami optimistis tamu dan wisatawan akan lebih ramai sehingga manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama pelaku UMKM,” jelas Kamarudin.
Ruang Pelestarian Budaya dan Edukasi Generasi Muda
Selain berfungsi sebagai daya tarik wisata, Sembahyang Rebut juga menjadi ruang pelestarian budaya yang memperlihatkan keunikan lokal. Tahun ini, acara tersebut tidak hanya dihadiri oleh masyarakat Tionghoa, tetapi juga oleh ratusan warga dari berbagai etnis, menunjukkan nilai kebersamaan dan toleransi antarbudaya di Belitung Timur.
Kamarudin menegaskan, pemerintah daerah ingin menjadikan tradisi ini bukan sekadar tontonan, tetapi juga sarana edukasi budaya bagi generasi muda. Dengan begitu, nilai-nilai kearifan lokal bisa terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca juga: Pulau Pasir Belitung Jadi Magnet Baru Untuk Fotografer Drone
Harmoni Budaya dan Ekonomi
Pemerintah daerah berkomitmen agar penyelenggaraan Sembahyang Rebut tetap menonjolkan aspek budaya sekaligus mendukung peningkatan ekonomi masyarakat sekitar. Menurut Kamarudin, budaya dan ekonomi dapat berjalan beriringan jika dikelola dengan baik. Para pelaku UMKM, pedagang, hingga sektor jasa wisata diyakini akan merasakan dampak positif dari peningkatan jumlah kunjungan wisatawan.
Dengan pengemasan acara yang lebih profesional, Sembahyang Rebut diharapkan masuk ke kalender kegiatan nasional. Tradisi ini berpotensi menjadi daya tarik utama pariwisata budaya di Bangka Belitung.
Penetapan Sembahyang Rebut sebagai agenda wisata tahunan merupakan langkah strategis Pemkab Belitung Timur. Upaya ini tidak hanya mengangkat potensi budaya, tetapi juga memperkuat sektor pariwisata.
Melalui sinergi antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat, tradisi ini tetap terjaga kelestariannya. Lebih dari itu, Sembahyang Rebut mampu memberi manfaat nyata bagi pembangunan ekonomi daerah. Dengan keunikan yang dimiliki, tradisi ini berpotensi menjadi ikon wisata budaya unggulan yang dikenal hingga mancanegara.